Rabu, 27 Juli 2016
Selasa, 12 April 2016
Kapitan Rambai Kace
dbie tu ka dituliskah... rupuk'an kemane-mane.......... laju inilah ye dibuat... Asekah lemak balek dusun kuday..
gambar dusun laman..
gambar dusun laman..
Minggu, 31 Januari 2016
Petai Cina, Ulam jemekite... Ade Rupenye Manfaate..
Sudah akrab mendengar tanaman petai cina? Yups, petai cina (Leucaena leucocephala) adalah tumbuhan yang memiliki batang pohon keras dan berukuran tidak besar.
Dikutip wikipedia petai cina atau bisa disebut dengan lamtoro merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko dan Amerika tengah. Tanaman ini sangat mudah tumbuh hingga sekarang telah menyebar ke berbagai bagian dunia.
Petai cina oleh para petani di pedesaan sering ditanam sebagai tanaman pagar, pupuk hijau dan segalanya. Petai cina cocok hidup di dataran rendah sampai ketinggian 1500 meter di atas permukaan laut.
Petai cina ini cukup menarik untuk kita ketahui manfaatnya bagi kesehatan. Biasanya kita mengenal petai itu berukuran besar, tapi untuk petai cina cenderung berukuran lebih kecil.
Walaupun berbeda jauh untuk urusan khasiatnya bagi kesehatan petai cina juga tak kalah.
Apa saja khasiatnya ?
Seperti dikutip manfaatdaunku.com petai cina ini memiliki sifat netral serta rasanya agak pahit, dan sedikit manis. Dalam sebuah penelitian menyebutkan bahwa dalam petai cina banyak sekali kandungan zat baik itu menral maupun kalsium dengan kadar cukup tinggi yang sangat diperlukan oleh tubuh.
Sehingga petai cina banyak digunakan untuk obat tradisional berbagai penyakit. Pada umumnya bagian yang digunakan dari tanaman petai cina ini adalah daun serta buahnya.
Kandungan zat dalam tanaman petai cina antara lain protein, vitamin A, vitamin B1, vitamin C, zat besi, lemak, karbohidrat, fosfor, kalsium, energi.
Dari kandungan yang terdapat pada tanaman petai cina tersebut, maka petai cina ini mempunyai manfaat yang luar biasa bagi kesehatan tubuh antara lain mengatasi disentri, menurunkan kadar gula dalam darah, menyehatkan kulit, membunuh cacing dalam tubuh, mencegah kanker dan diabetes.
Benarkah Petai Cina Bisa Digunakan Untuk Menyembuhkan Diabetes?
Petai cina juga bisa menjadi obat tradisional yang baik untuk penyakit yang tergolong beresiko tinggi salah satunya yaitu diabetes.
Secara garis besar penyakit diabetes ini terjadi karena kadar gula dalam darah cukup tinggi. Penyakit diabetes ini sangat sulit dalam proses penyembuhannya.
Petai cina bisa menjadi solusi untuk membantu menurunkan kadar gula dalam darah sehingga mengurangi penykit diabetes. Petai cina ini mampu menormalkan fungsi pankreas yang menghasilkan hormon insulin. Hormon insulin sendiri adalah suatu hormon yang mempunyai fungsi menormalkan kadar gula dalam darah.
Cara membuat: digoreng tanpa minyak dan ditumbuk halus (dibuat bubuk). Kemudian ambil 1 sendok dan diseduh dengan air panas (seperti membuat kopi).
Cara menggunakannya diminum 1 kali sehari 1 gelas dan dilakukan secara teratur.
Petai Cina Untuk Mencegah Kanker? Ternyata Bisa.
Radikal bebas merupakan penyebab utama seseorang terkena penyakit kanker. Radikal bebas ini merupakan suatu zat yang menyerang tubuh karena faktor lingkungan yang kurang sehat, polusi udara atau makanan.
Radikal yang menyerang tubuh lama-kelamaan akan menimbulkan berbagai penyakit kanker. Untuk itu butuh antioksidan untuk menangkal radikal bebas yang menyerang tubuh.
Petai cina ternyata mampu menjadi antioksidan yang baik untuk menangkal serangan radikal bebas yang menyerang tubuh. Cara pemanfaatannya sangat mudah bisa dimakan langsung atau jika tidak suka bisa dibuat sayur yang dicampur dengan bahan lain.
Konsumsilah petai cina secara rutin sehingga akan terhindar dari penyakit kanker.
Petai Cina Untuk Basmi Penyakit Cacingan
Biasanya masalah yang satu ini bisa menyerang siapa saja mulai dari bayi, anak-anak, dewasa bahkan orang tua.
Cacingan ini membuat si penderita pada umumnya memiliki tubuh kurus karena sari makanan yang masuk kedalam tubuh diserap oleh cacing tersebut.
Untuk mengatasi masalah cacingan tersebut petai cina menjadi obat tradisional yang ampuh. Ada 2 cara untuk mengatasi cacingan menggunakan petai cina.
Tumbuk halus biji lantoro yang sudah kering secukupnya. Setelah itu bubuk petai cina tersebut diseduh dengan air panas dan setelah hangat diminum.
Makananlah petai cina yang masih mentah secara rutin. Hal ini akan membunuh cacing yang ada dalam tubuh serta mengeluarkannya.
Sumber: jabar.tribunnews.com/
Senin, 25 Januari 2016
PHILOSOPHI DAN PRINSIP SEGANTI SETUNGGUAN,
Jeme kite Besemah sejak zaman baghi dalam niti kehidupan,
enjage martabat, kehormatan nga jati diri nye selalu bepegang pade philosopi
warisan nining puyang kite, diantare nye SEGANTI SETUNGGUAN, yang mempunyai
nilai dan konsepsi adat seganti setungguan.
Seganti Setungguan wujud falsafah idup lembage adat LAMPIK
EMPAT MERDIKE DUE, tata nilai seganti setungguan isinye nilai kesetiaan
terhadap nilai-nilai hidup besame ne encakup sikap nga perilaku, larangan /
pantangan, temasuk nilai-nilai pribadi ne ngatur kehidupan bemasyarakat warge di Jagat Besemah Libagh, dapat dijelaskah luk ini.
Sikap perilaku bemasyarakat, digambarkah dalam kalimat
pebase kite sebagai berikut ;
- Lughus Tali Belandar Papan, Niat Iluk Tertib Lughus, Rusak Adak Binase Dekde Retinye; jujur, Terus terang, seragi sikap nga perbuatan, niat iluk perbuatan iluk dide rusak binase li pengaruh negatif nga dide lekang li perubahan zaman, aturan main nga adat istiadat selalu dipegang.
- Janji Nunggu Kate Betaruh. Retinye; Jangan asak bejanji, jangan asak ngicik saje, kicik an tu harus dipegang teguh, pebase embak ini aghi dide asak ; omong bae ; Janji ditepati, kician ne nguk nian dide pembuhung. Tiap kate terucap ade makne nga ade akibat e.
- Utang Mbayar Piutang ditagih Nde ughang Nde ughang Nde dighi Nde dighi. Retinye; idup harus jujur kalu beutang dibayar, piutang harus ditagih, hak milik jeme lain dihormati jangan dirampas, jangan dimaling, jangan dirampok, bande diwik adelah bende diwik hrs dijage dipertahankah. Idup jangan mbilut utang dindak mbayar, dik kene nginak barang tekeridang milik jeme langsung diambik.
- Pacak Ulak di Ulak'i Pacak Ngindar di hindari Takut Jangan Belaghi Melawan Jangan Njagal. Retinye; idup tu harus sabar , sabar tu bukan penakut . Segala sual dihadapi dengan sabar, bepikir sehat dide penakut, betanggung jawab, dide menghindar isan di permasalahan. Bijak Bejiwe kestria.
- Berangke kelah Pedang siangilah jalan ke ayik, Retinye; senjate dibajikkah, disimpan, nyelesaikah masalah bukan makai senjate pedang; balau, keghis, pisau, dll. Selesai ka permaslahan dengan damai nga bijaksana, lewat musyawarah, bebuat kebaikan kandik keperluan besama (siang i la jalan kayik), bemusuhan dide begune.
Disamping lime nilai philosopi adat seganti setungguan tu,
dalam idup bemasyarakat SEGANTI SETUNGGUAN ade prinsip-prinsip;

- Prinsip Sepincang Sejalan Retinye; idup rukun damai, besatu ati, besatu pemikiran menjunjung musyawarah mufakat dalam segale gawe jeme banyak.
- Prinsip Sekundang Seghase Sepenanggungan Retinye; idup rukun, pacak meghase ka perasaan jeme lain baik senang maupun sedih segale sesuatu urusan jeme banyak / bemasyarakat enjadi tanggung jawab besame.
- Prinsip Luk Uwi Pengarang Rakit Timbul Tenggelam Same-Same Ye Kecik Nurut Ye Besak Peralah Ye Mude Ngikut Ye Tue Ngipat. Retinye; idup penuh toleransi penderitaan kance sanak famili adelah penderitaan diwik pule, kebahagiaan kance sanak pamili juge kebahagian diwik pule. Budak mude nurut patuh taat, ende besak posisi di tengah rajin mbantu ngenjuk semangat , jeme tue melindungi ngenjuk nasehat nga petue-petue , ngenjuk cuntoh.
- Prinsip Kecik Besak Lanang Betine Iluk Buruk Same Meghase Retinye ; Budak mude, jeme tue , lanang, nga betine enjadi sutik kesatuan tuape kelemak tuape kedimak dighase ka besame, Jauh isan disifat ; Senang nginak jeme sare, sare nginak jeme senang. Jauh isan disifat iri nga dengki.
- Prinsip Seghepat luk Sukat Sekachung luk Tabung ghate luk diukur, runcing luk tabung ghincung. Retinye; Memandang suatu persoalan harus lengkap isan di segale segi, supaya pacak ngambik kesimpulan, untuk ndapat ka keadilan duniawi.
Selain Sikap perilaku bermasyarakat juga harus disinergi
dengan Sikap perilaku selaku pribadi, Selaku pribadi jeme Besemah harus megang
teguh prinsip ;

- Ndaklah Calak harus pintar, artinya kite haruslah memiliki ilmu pengetahuan baik di dunia maupun di akhirat.
- Ndaklah Beganti harus setia, artinya rasa bertanggung jawab, solidaritas dan kesetiaan merupakan unsur penopang jiwa tolong menolong dan rela berkorban dalam suatu masyarakat demi terwujud nya persatuan dan kesatuan.
- Ndaklah Melawan harus berani,artinya kite dalam menghadapi masalah harus memiliki keberanian yang penuh serta keyakinan ( optimisme ). Kunci pokok dari keberanian adalah kepercayaan terhadap diri sendiri dan menghindari sikap pasrah.
- Ndaklah Bekencean harus punya perencanaan artinya dalam menghadapi suatu persoalan sebetapa pun rumit nya kite harus memiliki kemampuan untuk melakukan analisa situasi dan penuh perhitungan.
- Ndaklah Sepade Bepenampe harus teliti dan waspada Artinya kite perlu memiliki ke telitian tidak ceroboh serta selalu waspada baik dalam berfikir, bersikap, maupun bertindak.
Selasa, 19 Januari 2016
Rumah Adat Besemah: Bertahan Dua Abad Dari Gempuran Para Kolektor
“Pesan Diwe Khayangan Tinggi :'Antak kah lemak nanggung kudai, empuk dik kah ngiluk’i, jangan merusak jadilah' ”.
PERINGATAN
yang ditulis dalam bahasa Besemah di atas sebuah papan berukuran
sekitar 1 meter x 2 meter itu, berdiri kokoh persis di jalan masuk depan
deretan rumah tua di Desa Pelang Kenidai, Kecamatan Dempo Tengah, di
pinggiran Kota Pagar Alam, Provinsi Sumatera Selatan.
Dalam
bahasa sehari-hari, pesan tadi kira-kira bisa diartikan begini: “Pesan
dewa di kayangan tinggi, mau enak susah susah dulu. Kalau tidak bisa
memperbaiki, jangan merusak jadilah”. Di bawah pesan yang tulisannya
sangat mencolok itu, tertulis sebuah nama, Haji Umar.
“Itu,
pesan bernada imbauan dengan bahasa yang amat halus. Hakekatnya adalah,
dewa di kayangan di atas sana, berpesan kalau seseorang mau enak ya
harus bersusah payah dulu. Kalau tidak bisa memperbaiki, jangan merusak
jadilah. Dalam konteks ini, pesan dan imbauan yang ditulis Haji Umar,
sesepuh Desa Pelang Kenidai tersebut, lebih kepada mengingatkan
masyarakat adat di desa itu. Jika belum mampu memperbaiki rumah adat
Besemah yang sudah berusia tua, maka anak cucu dan kerabat yang punya
rumah tua tersebut diimbau untuk tidak merusaknya,” kata Alfarenzi (35),
pemuda asli Besemah yang ditemui di Pagar Alam baru-baru ini.
Dia
mengakui, seiring perjalanan waktu dan kadang-kadang terpaksa berdalih
karena alasan kesulitan ekonomi, sejak sekitar satu dasawarsa belakangan
memang ada ahli waris pemilik rumah adat di Tanah Besemah yang nekat
menjual bagian-bagian tertentu dari rumah tua tersebut. Apalagi,
iming-iming yang ditawarkan para kolektor barang antik uang jutaan
rupiah yang bagi segelintir masyarakat desa yang hidup di tengah belitan
ekonomi, nilainya sungguh sangat luar biasa.
“Seringkali yang
dilego itu bukan rumah utuh, tetapi bagian-bagian tertentu. Misalnya,
daun pintu atau papan dinding rumah adat yang berukir khas. Sadar akan
ancaman kelestarian suatu tinggalan yang sangat berharga, maka kini
muncul inisiatif dari tetua desa Pelang Kenidai untuk memproteksi upaya
penghilangan budaya. Itulah sebetulnya makna dibalik tulisan peringatan
berbahasa Besemah tersebut,” ujar Alfarenzi.
Menurut Haji Mus
(70), seorang tetua Desa Pelang Kenidai, hampir sejak satu dasawarsa
belakangan ukiran khas Rumah Adat Besemah memang banyak diincar para
kolektor barang-barang antik. Mereka tidak saja datang dari dalam
negeri, akan tetapi juga ada orang asing yang tujuannya membawa bagian
rumah adat tua itu ke negaranya.

Bagian tertentu rumah adat
Besemah ini, kata Mus memang sudah sempat berpindah tangan. Ada yang
dibawa para kolektor ke Bali dan ada yang dijual ke luar negeri. Para
ahli waris rumah adat ini, jelas tergiur karena tawarannya jutaan
rupiah. Namun beruntung, melihat ancaman peninggalan budaya Besemah
tersebut pemerintah kota (Pemkot) Pagar Alam berinisiatif memproteksi,
dengan mengeluarkan larangan bagi para pemilik rumah adat menjual apa
saja yang melekat dengan rumah itu.
Konsekuensi larangan itu,
Pemkot Pagar Alam memberi kompensasi berupa bantuan untuk menopang
ekonomi keluarga ahli waris atau pemilik rumah adat tersebut. “Proteksi
ini sangat jitu dan mangkus. Sejak lima tahun belakangan, kami tidak
pernah mendengar lagi ada yang melego bagian rumah adat tersebut untuk
dijual. Walaupun beberapa kolektor barang-barang kuna dari luar masih
kerap mengincar ke sini,” kata Supratman, pejabat di Kantor Dinas
Pariwasata dan Seni Budaya, Kota Pagar Alam.
Menurut Nurwati
dan Sabir, dua ahli waris pemilik rumah adat Besemah di Pelang Kenidai
mengaku, pada saat ini masih ada orang-orang dari luar yang menawar
beberapa bagian bangunan rumah tua itu. Tetapi karena ada imbauan, warga
tidak ada lagi yang berani menjual walaupun tawaran uangnya
menggiurkan, di atas Rp 5 juta untuk selembar papan atau daun pintu
berukir khas Besemah.
“Dulu jangankan tawaran segitu, ditawar
ratusan ribu saja sudah ada yang membongkar. Sebetulnya ini karena
ketidaktahuan saja dan juga karena terdesak butuh uang. Alasannya
sederhana, yang dibeli pendatang cuma selembar papan bukan rumah utuh
sehingga pemilik masih bisa berteduh. Namun, setelah diyakini pemerintah
daun pintu berukir itu nilainya tidak bisa ditakar uang para ahli waris
rumah adat ini akhirnya sadar dan kini tidak ada lagi yang mau jual,”
ucapnya.
Desa Pelang
Kenidai di wilayah Kecamatan Dempo Tengah, Kota Pagar Alam, berhawa
sangat sejuk di kaki Gunung Dempo. Salah satu perkampungan tradisional
yang terletak sekitar 298 km arah barat Kota Palembang ini, sehari-hari
tampak tenang dan damai. Masyarakat adat di sini hidup dari hasil panen
tanaman kopi, karet dan kemiri. Di tengah kedamaian dan keramah-tamahan
masyarakat adat Besemah inilah sekarang, lebih 100 unit rumah adat yang
usianya hampir dua abad bertahan digempur iming-iming para kolektor
benda antik.
Kenapa jadi incaran? Itu tidak lepas dari berbagai
keunikannya. Rumah adat Besemah atau dalam bahasa setempat disebut Baghi
tua di Pelang Kenidai, seperti diakui Haji Mus, memang sangat khas
tidak saja dari segi usia. Keunikan itu utamanya terletak pada
konstruksi dan ukiran.
Konstruksi rumah adat Besemah
dibangun dengan sistem bongkar pasang (knock down) menggunakan pasak
atau disebut Shaco. Antara satu tiang dengan sisi yang lain, disambung
tanpa paku dan hanya dengan pasak dari bambu tua atau kayu yang sangat
keras. Tidak jelas alasan konstruksi ini dulunya dipakai para tetua
setempat. Apakah waktu itu karena paku besi sulit atau alasan lain.
Namun
konstruksi pasak ini punya kelebihan, sangat lentur. Jika terjadi
guncangan misalnya karena gempa atau angin, bangunan rumah tidak kaku.
Bangunan seperti ini tidak mudah patah atau roboh, karena kelenturan
sambungan antara satu bagian dengan bagian lain. “Filosofinya, tetua
dahulu kalau membangun rumah harus memanfaatkan yang ada di alam
sekitar. Jika dikatakan untuk antisipasi gempa, bisa jadi ada benarnya.
Buktinya, berapa pun guncangan gempa bangunan rumah adat Besemah ini
sejak dulu tidak ada yang bergeser sedikit pun,” cerita Haji Mus.
Ukiran Bebulan
Dari
segi ukiran, rumah adat Besemah juga unik. Mirip dengan ukiran rumah
adat Minangkabau di Sumatera Barat, ukiran rumah Baghi Besemah juga
mengambil tema dari alam. Hanya saja, kalau di Minangkabau pola ukirnya
lebih rumit dan ramai terdapat di semua bagian rumah, ukiran rumah adat
Besemah tampak lebih simpel, sederhana dan hanya di bagian tertentu
saja.
Menurut Supratman, ukiran rumah adat Besemah ada di sudut
dan dinding depan, sebelah kanan rumah. Ukiran berbentuk bulat yang
disebut masyarakat Besemah “bebulan” yang terdapat di dinding depan atau
bagian daun pintu, dimaknai sebagai simbol bulan yang mencerminkan
kehidupan rumah tangga pemilik rumah yang tenteram dan damai. Ukiran
“bebulan” berupa bunga teratai yang sedang mekar, memiliki diameter
sekitar 50 centimeter. Di tengah “bebulan” ada sebuah lobang yang
bermakna satu tujuan.
“Tetapi, lobang ini sebetulnya juga
berarti lain. Karena rumah adat Besemah tidak berjendela di bagian
depan, lobang ini digunakan penghuni rumah untuk mengintip tamu yang
datang. Ya, kegunaannya mirip lobang kecil di pintu kamar hotel,” kata
dia.
Sedangkan ukiran di sudut dinding rumah adat Besemah, berupa
tumpal-tumpal serta ukiran tanaman bersulur. Ukiran yang memanjang ke
atas dan meliuk-liuk melintang membelah dinding rumah, merupakan simbol
keunikan dan kecerdasan pengukir masa lalu dalam bidang seni pahat.
“Ukiran
rumah adat Besemah benar-benar unik. Konon pengukirnya dulu tidak
menggunakan alat ukir canggih seperti sekarang. Hanya dipahat dengan
pisau kecil yang disebut Gubang,” ujar Supratman menambahkan.
Makna
ukiran rumah adat Besemah, kata Supratman, juga menunjukkan sebuah
simbol status dalam masyarakat adat setempat. Sebab, rumah ini terdiri
dua versi yakni berukir dan tidak berukir.
Rumah adat berukir
disebut rumah Tatahan, lazimnya milik orang yang dituakan atau sesepuh
adat. Misalnya, “Juarai Tue” atau mirip Kepala Desa sekarang. Sedangkan
rumah adat tidak berukir disebut rumah Gilapan, pemiliknya masyarakat
umum.
Nilai-nilai budaya dan peninggalan tradisi masyarakat adat
di Indonesia sepertinya, kini memang harus diproteksi. Jika tidak, satu
persatu bakal hilang karena masyarakat adat yang dibelit kesulitan
ekonomi, akan gampang terbujuk untuk melego apa saja yang mereka
miliki.
Buktinya, daun pintu rumah adat Besemah di Pagar Alam yang berusia 200 tahun pun kini masih diincar dan digempur para kolektor.
numpang nyadur sndi blog http://zulkaniahmad.blogspot.co.id
by : ahmad zulkani
(dimuat di Harian Berita Pagi, Palembang, Rabu 18 Maret 2009)
Senin, 18 Januari 2016
Pebase Kite Dusun (Peribahasa Jeme Kite Dusun)
Aik dik keghuh, ikan dapat (Air tidak keruh, ikan didapat = Siatuasi
tetap tenang, tujuan yang dimaksudkan tercapai)
Payah di tulang lemak di dulang (Payah di tulang enak di
meja makan = Siapa giat bekerja pasti enak makannya)
Biawak digiring kayik, gajah digiring ke beghemban
(Biawak digiring ke sungai, gajah digiring ke kubangannya = Orang yang sudah
mau disuruh pula, tentulah mau melaksanakan apa yang diperintahkan kepadanya)
Calak ikuk kebau (Cerdik seperti ekor kerbau = Merasa
cerdik pandai, namun pada hakikatnya merugikan dirinya sendiri)
Dululah beketik tighah beteluw (Lebih dahulu bersuara
baru bertelur = Orang atau kaum yang selalu gembar-gembor terhadap sesuatu yang
perlu dirahasiakan)
Dikde dimakan siku (Tidak memakai ukuran = Pembicaraan
atau perbuatan seseorang yang tidak pada tempatnya)
Gurah-gurah mate ketam (Goyang seperti mata kepiting =
Kelihatannya longgar atau goyang, tapi sebenarnya kuat atau kokoh)
Kelintuk ulagh ijang (Terkulai seperti ular hijau =
Perangai yang lemah lembut atau seolah-olah tidak membahayakan, sebenarnya
sangat membahayakan, bahkan dapat membunuh)
Kambing mati kebendun masih = Arang habis besi binasa
Luk bubu ngah aik (Seperti bubu dengan air, air bilang
“saya masuk bubu”, bubu bilang “saya masuk air” = Dua orang yang bertengkar
sesuatu masalah yang masing-masing merasa benar, dan keduanya sama-sama benar)
Luk itik ngah ayam (Seperti itik dan ayam, itik hendak ke
air sedangkan ayam hendak ke darat = Dua orang yang tak pernah sepaham dan
berlainan kehendak)
Luluk setue ndepat baning (Seperti macan menemukan
‘baning’ = Orang yang menemukan sesuatu benda, tetapi tidak tahu apa gunanya
atau bagaimana menggunakannya, tak tahu apa yang harus dilakukan)
** Baning(base dusun) = Trenggiling (indonesia)
Luk ayam takut ngah elang (Seperti ayam takut dengan
elang = Seseorang yang sangat takut dengan seseorang, entah orang tuanya,
atasannya, atau memang musuhnya)
Luk Belande mintak tanah (Seperti orang Belanda minta
tanah = Orang atau kaum yang sangat serakah, sudah diberi masih minta lagi dan
minta lagi)
Luk lepang ngah deghian (Seperti timun dengan durian,
nabrak hancur, ditabrak berantakan = Yang lemah melawan yang kuat, rakyat kecil
berhadapan dengan penguasa atau orang kaya)
Lah umban bambab tangge (Sudah jatuh ditimpa tangga =
Sudah rugi ditimpa kerugian lain pula)
Mintak sisik ngah keli (Minta sisik dari ikan lele =
Minta sesuatu atau pertolongan kepada orang yang tak mampu, baik dari segi
materi maupun tanaga dan usaha)
Mintak padi tengkiang penuh (Minta padi, padahal lumbung
padinya penuh = Orang yang serakah, sudah kaya masih minta, kadangkala bernada
menghina)
Mecah bake (Berlainan dari kebiasaan)
Nafsu kecik tulang dianggit, awak nderake sedut payah
(Kemauan kecil, pisik lemah, sudah miskin, tak mau payah alias malas bekerja =
Mencerminkan orang yang kurang kemauan dalam suatu usaha atau perjuangan, tak
ada kemungkinan untuk maju)
Nebang nangke betanam mbughak (Menebang pohon nagka lalu
menanam bijinya = Mengharap air di langit, air di tempayan dibuang = Mengharap
sesuatu yang belum pasti, lah sudah ada di tangan dibuang)
Netak semban (Memotong kain ambinan = Dua orang
bersaudara yang memutuskan hubungan adik beradik)
Ngupat kain dipakai (Mencela kain yang sedang dipakai =
Menjelekkan pakaian, keluarga, atasan, organisasi sendiri, yang berarti
menjelekkan diri sendiri)
Saghak adak sebandung dikde (Bercerai tidak rukun pun
tidak = Suami isteri yang tidak bercerai, tetapi tidak tinggal dalam satu
rumah)

Tulangan lidah (Lidah terkena tulang ikan = Seseorang
yang sudah kebagian rezeki yang tidak halal, seperti hasil korupsi, sehingga
terpaksa diam atau pura-pura tidak tahu)
Te entak ke ghuang dangkal (Bertemu bagian buah yang
sedikit isinya = Mendapat bagian yang sedikit karena gersang dsb)
Te entak ke ghuang lunak (Bertemu bagian buah yang banyak
isinya = Mendapat bagian yang banyak atau enak)
numpang nyadur sandi http://kepemimpinanmeraje.blogspot.com
Langganan:
Postingan (Atom)